Senin, 01 Juni 2009

MENCARI KESEMPATAN YANG ANEH

Saya membaca KDK tentang tawaran yang disampaikan oleh Mikael Torangamang Kelen,dkk kepada sdri saya dan adik ipar saya untuk berdamai dengan pihak Ata Maran. Tawaran ini bagi saya agak aneh, mengapa? memang mereka lupa dan mereka itu Kelen dari mana, kalau mereka tahu diri tentu tidak akan bersikap dan memberikan tawaran demikian. Jangan memanfaatkan pihak lain dalam hal ini keluarga saya, untuk menunjukkan bahwa kasus pembunuhan itu ddiselesaikan dengan cara berdamai. Tentu akan memunculkan reaksi keras dari pihak Ata Maran yang selama ini kami bela dan berjuang dengan cara bagaimana agar pembunuh adik Yoakim Gresituli Ata Maran dijebloskan kedalam hotel prodeo. Apakah mereka tidak membaca tulisan saya dari jauh??

Cara menitip pesan demikian apa posisi yang menerima tawaran itu? Jangan menyeret mereka atau mempengaruhi mereka masuk dalam lingkaran kejahatan. Kasihan mereka hanya perempuan yang bekerja dan berjuang mencari makan sendiri. Pesan damai dititipkan pada mereka untuk diteruskan kepada pihak suku Beoang, ini lucu dan aneh, inspirasi atau petunjuk dari mana. Kalau ada inisiatip menawarkan perdamaian ada fenomena bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang kurang baik kepada pihak Ata Maran. Dalam tataran kehidupan di lewo tana dan dimana saja kita berada, pihak yang menawarkan perdamaian memberi petunjuk bahwa mereka telah melakukan sesuatu tindakan yang merugikan, dalam hal ini kita kaitkan dengan situasi di lewo tana adalah pembunuhan terhadap adik Yoakim Gresituli Ata Maran. Mungkin tawaran ini memberikan suatu petunjuk baik bahwa keterlibatan mereka dalam kasus "Blou" pelan-pelan mulai terungkap. Jadi berani berbuat, harus berani bertanggungjawab, jangan melibatkan pihak lain, di samping itu Mikael Toaraangamang,dkk. memanfaat situasi di tengah kegembiraan masyarakat Eputobi merayakan 25 tahun pesta perak P.Kondrad. Dia bersama komplotannya mulai merasa gusar karena pada hari perayaan pesta perak itu tgl. 2 Juni 2009 akan hadir begitu banyak tamu, sehingga mereka mulai mencari kesempatan untuk tampil dan memposisikan diri mereka sebagai orang-orang yang bersih dan berwibawa. Merasa tertekan oleh situasi sosial mereka selama ini berkoak-koak kesana kemari akan mulai nampak belangnya, siapa mereka sebenarnya.

Mikael Torangamang ,dkk, sebenarnya adalah siluman, karena siluman mereka mulai keluar dari dunia siluman, mereka keluar dari dunianya agar tidak ketahuan bahwa mereka adalah pelaku utama peristwa "BLOU" menampilkan suatu adegan konyol seperti tersebut di atas sehingga pencari silmunan, yaitu para penegak hukum tidak dapat menagkap mereka. Sebenarnya fenomena tawaran untuk berdamai ini digunakan oleh pihak penegak hukum untuk menelusuri, mengapa mereka menawarkan perdamaian dengan pihak Ata Maran, apakah selama ini mereka bermusuhan dengan pihak Ata Maran? Ini suatu petunjuk baik untuk cepat menangkap para siluman di lewo tana.

Kalau sdr. Mikael Torangamang,dkk. ingin berdamai dengan pihak Ata Maran, silakan memenuhi persyaratan yang dikemukakan oleh Ata Maran. Karena dalam kehidupan bermasyarakat ada pihak yang ingin berdamai dengan pihak lain, entah apa, pasti ada persyaratan-perssyaratan yang harus dipenuhi sehingga perdamaian itu dapat dilaksanakan dengan baik, dan hasil perdamaian itu berdampak positif pula. Saya kira persyaratan itu tidak berat, karena kalian adalah siluman, pasti menghidupkan kembali adik Yoakim Gresituli Ata Maran, dan meminta bantuan siluman lain untuk menyedot air laut. Pasti tawaran kalian dapat dipertimbangkan. Dari kota Kediri saya menyampaikan SALAM GRESITULI, kita berjuang untuk menuntut ditegakannya keadilan atas peristiwa "BLOU".

Selasa, 26 Mei 2009

SMPN 3 WATES MENUJU SSN

Pemerintah dalam hal ini Depdiknas terus memcacu sekolah-sekolah negeri untuk meningkatkan eksistensinya. Eksistensi sekolah-sekolah negeri tercermin dari akreditasi sekolah tersebut. Salah satu persyaratan menuju Sekolah Standar Nasional (SSN) adalah akreditasi sekolah adalah A. Untuk menuju ke akreditasi A sekolah harus membenahi dalam segala aspek yang berkaitan dengan akreditasi itu sendiri. Persyaratan-persyaratan yang dimaksud antara lain SDM guru, kelulusan, animo peserta didik yang masuk, dll.Tentu semua aspek yang menjadi persyaratan itu tidak langsung dipenuhi oleh sekolah yang ingin meraih SSN, akan tetapi membutuhkan proses persiapan.

Dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) skala prioritas yang ditetapkan apakah sudah tepat atau belum. Misalnya, SDM guru perlu ditetapkan dalam jangka waktu tertentu semua guru sudah memiliki kelayakan mengajar yaitu berijazah S1(Sarjana) yang relevan dengan mata pelajaran yang diampuh. didukung dengan tenaga administrasi yang kompeten. Selanjutnya Kepala Sekolah memotivasi gurunya dan memberikan kesempatan dan dukungan untuk melanjutkan studi ke S2 (Porgram Magister).Dengan pemikiran tersebut perlu adanya penataan guru dalam mengampuh mata pelajaran sesuai dengan basik atau keahliannya. Dalam realitanya SMP Negeri 3 Wates Kabupaten Kediri telah memiliki guru yang berijhazah S2 sejumlah 3 tiga) orang sedangkan yang lain masih berijazah S1. Namun dalam proses pembelajaran guru yang mengampuh mata pelajaran ada yang tidak sesuai karena kelebihan guru dalam bidang studi tertentu. Hal tersebut perlu ada suatu kebijakan penataan kembali sehingga SMP Negeri 3 Wates dalam waktu dekat sudah dapat menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN).

Tingkat kelulusan pada SMP Negeri 3 Wates dari tahun ke tahun sudah menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan. Untuk memacu tingkat kelulusan sesuai dengan standar SSN diperlukan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai terutama menyangkut media pembelajaran teknologi terkini.Walaupun saat ini sudah ada pengadaan namun belum memenuhi standar untuk memacu tingkat kelulusan. Belum tersedianya sarana dan prasarana yang memadai berdampak pada animo peserta didik yang masuk ke SMP Negeri 3 Wates. Memang dalam realitanya pada 2 (dua) tahun terakhir ini SMP Negeri 3 Wates menolak begitu banyak pendaftar dikarenakan telah memenuhi Pagu yang telah ditetapkan oleh Diknas Pendidikan kabupaten Kediri.

Pada saat ini SMP Negeri 3 Wates, kabupaten Kediri termasuk dalam kategori sekolah potensial. Dikategorikan sebagai sekolah potensial karena telah memenuhi persyaratan menuju SSN.Semoga SMP Negeri 3 Wates dibawah kepemimpinan Bpk.H.M.ZUBAIDI,S.Pd., MM. dapat menjadi Sekolah Standar Nasional. Amin.


Jumat, 22 Mei 2009

MUSNAHNYA SATWA DI LEWOTANA

Sewaktu saya masih kecil dan tinggal di tepi jalan raya jurusan Larantuka - Maumere, ada sebuah pohon besar tumbuh di tepi jalan raya. Setiap pagi saya menyaksikan begitu banyak burung yang terbang duduk-duduk di dahan dan ranting pohon besar itu, sambil mengeluarkan suara yang indah. Begitu indahnya situasi lewotana yang sejuh, damai dan tentram bersatu dengan alam. Dunia terus berputar, kehidupan masyarakat di lewotana pun terus berubah, dan sikap masyarakat terhadap alam pun mulai berubah. Satwah yang seharusnya dilindungi, malahan tiba-tiba lenyap, hilang tidak kedengaran suaranya lagi. Ke mana saja burung-burung itu?? Pertanyaan ini muncul ketika saya berlibur ke tempat kelahairanku, yaitu Eputobi. Pada waktu itu pohon besar yang dulunya berada di tepi jalan, saat itu sudah berada di tengah yang diapiti jalan raya untuk mempermudah kendaraan dari jurusan Larantuka ke Maumere dan dari Maumere ke Larantuka. Pohon itu tetap ada tapi sepi tidak ada burung yang bertengger di dahan maupun di ranting-rantingnya. Saya bertanya kepada saudaraku, sudah kemana burung-burung yang dulu begitu banyak, jawabnya sudah dibedil orang, termasuk orang Eputobi sendiri. Ah begitu kejamnya!! Bukannya hanya di situ saja, tetapi burung-burung yang begitu banyak di Lewooking (kampung lama) pun ikut musnah. Para pemburu menggunakan cara memberikan sesajian padad leluhur di Lewooking agar mereka dapat memperoleh burung yang banyak.

Oleh karena burung-burung di hutan telah punah, habis, generasi Lewoingu mulai kebingungan mencari tempat burung. Mencari kesana kemari tidak ketemu burung-burung yang dikehendaki, muncul dalam benak mereka ada mangsa lain yang lebih mudah didapat. Mangsa ini perlu dimusnahkan pula agar jangan mengganggung kehidupan kita. Mereka pun mulai mengadakan ritual agar mangsa yang dicari sebagai pengganti burung cepat dihabisi. Mangsa-mangsa di lewotana ada banyak, jadi para pencari mangsa ini kebingungan, mangsa yang mana harus dimusnahkan. Mereka pun berdiskusi, berargumentasi yang dipandu oleh sang GURU PENGECUT. Sang Guru memberikan kriteria mangsa yang harus dihabisi, yaitu mangsa itu suka mengkritisi sang guru, menentang kebijakan yang dibuat oleh sang guru. Untuk lebih mengintensifkan kriteria tersebut, sang guru mengerahkan anjing-anjing peliharaannya melacah mangsa yang memenuhi kriteria tersebut. Maklumlah anjing seekor binatang yang memiliki penciuman yang tajam, tidak sulit menemukan mangsa itu, kemudian para anjing-anjing itu memberikan laporan kepada sang guru bahwa mangsa yang dicari telah ditemukan. Sang guru bersama anjing-anjing peliharaannya mengadakan ritual lagi agar tindakan mereka jangan sampai diketahui orang lain, dengan kata lain jangan omong-omong dengan orang, hanya kita saja yang tau.

Berdasarkan laporan bahwa tempat yang ada mangsanya atau akan di lewati mangsa yang memenuhi kriteria di atas adalah di suatu tempat yang bernama "BLOU". Tempat ini letaknya jauh dari desaEputobi, akan tetapi masih dapat dijangkau, karena sang guru memiliki ilmu sihir, ilmu siluman walaupun gelap, jauh dapat ditempuh dalam waktu yang singkat. Di antara mereka terjadi komunikasi jarak jauh dengan menggunakan kekuatan supranatura, telepati. Mengapa menggunakan telepati, ya kita tau saja sang guru berada di tempat yang jauh dan menghindari alat deteksi dari astronout di ruang angkasa. Mengingat bahwa satelit mata-mata sudah berada di antara Ile Muda , Lewohari, dan Wolomeang. Dengan menggunakan telepati operasi mereka tidak terdeteksi, dan dilancarkan aksi pada malam hari karena sang mangsa lewatnya pada malam hari melintasi tempat tersebut di atas. Di Blou generasi gelap mulai beraksi, karena memang kebingunan tidak mendapat burung yang biasa dibedil, dikira burung kakatua, tau-tau burung elang. Dalam situasi demikiian sang burung elang sebelum dihabisi sempat memberikan perlawanan dengan mengeluarkan jurus pamungkasnya yaitu jurus mencakar langit, sehingga para gnerasi gelap yang menghadangnya pun mendapat cakaran. Oleh karena malu karena dicakar, merekapun menggunakan topeng silmunan kemana pun mereka pergi sehingga tidak diketahui oleh masyarakat. Itulah kisah terjadinya insiden BLOU berdarah.

Berbicara apakah mereka terlibat atau tidak, mau mencari bukti ketidak terlibatan mereka mudah saja. Mereka sebelumnya sudah mengadakan ritual yang dipimpin oleh sang guru agar tindakan mereka tidak diketahui orang, dan bukti berikutnya adalah berdiam diri. Teknik berdiam diri adalah salah jurus pembuktian yang menjurus kepadad keterlibatan atau tidak. Biasanya fenomena berdiam diri, tandanya mengiakan, tetapi juga berdiam diri menandakan tidak. Seharusnya para terindikasi menunjukkan bahwa berdiam diri itu menandakan bahwa mereka tidak terlibat.Dan para pendukung atau suporternya pun memberikan penjelasan agar publik mengetahui bahwa mereka betul-betul tidak terlibat. Kasihan, dalam situasi demikian sang guru terus diombang-ambingkan, padahal belum tentu dilakukan sendirian, tapi ada kesepakatan dengan sang maha guru. Jadi sang guru kecil jangan sampai mati konyol sendirian lebih baik mengatakan yang sebenarnya, sehingga mungkin sekali sang maha guru juga akan terseret ramai-ramai ke depan pengadilan. Bukannya demikian??

Untuk apa lagi kita mencari bukti, kan sudah ada bukti yang jelas berupa alat yang digunakan, maupun fenomena berdiam diri itu. Toh, sang elang yang dihabisi tidak berdiam diri di alam sana, ia terus bersuara, karena sang elang memiliki penciuman yang tajam, dapat mendeteksi tangan-tangan yang masih berlumuran darah. Kita tinggal menunggu waktunya. SALAM GRESITULI.

Kamis, 21 Mei 2009

DI ANTARA KONFLIK DAN GEMBIRA

Malang. Selama perjalanan dari kota Kediri tempat saya bertugas tetap menuju kota Malang tempat saya memberi kuliah ada dua hal yang terus menggoda pikiran saya yaitu "konflik di lewotana" dan "Perayaan Pesta Perak saudaraku sebagai Imam". Di satu sisi saya merenung mencari solusi untuk penyelesaian konflik yang sudah sekian lama dan di sisi lain saya merasa gembira karena di tengah situasi demikian masih ada secercah senyum muncul di wajah saya. Setiba di kota Malang saya mampir ke warnet untuk menuangkan apa yang saya pikirkan selama perjalanan tadi dalam satu tulisan yang saya beri judul"DIANTARA KONFLIK DAN GEMBIRA".

Konflik di lewotana adalah dampak dari peristiwa yang terjadi di suatu tempat yang bernama "BLOU". Tempat berawalnya konflik. Konflik pertama yang dihadapi generasi muda lewoingu di tempat itu adalah melakukan tindakan yang wajar atau tidak wajar. Mereka berada dalam dua kondisi batin menghadapi seorang yang sesama anak lewoatana yaitu Yoakim Gresitulis Ata Maran. Dalam situasi demikian mereka sudah berada dalam situasi yang gelap sehingga tindakan yang mereka lakukan adalah tindakan yang tidak wajar, maklumlah manusia gelap ya bertindak demikian. Tindakan yang tidak wajar ini tidak saja begitu muncul dengan tiba-tiba, tetapi pasti melalui suatu proses. Proses itu diawali dengan suatu diskusi untuk menghadapi anak terang. Karena di sini sudah masuk dalam konteks anak gelap dan anak terang. Anak-anak gelap mulai menemukan tindak yang ampuh yaitu "membunuh". Kata ini muncul dan terpatri dalam otak anak-anak gelap dan langkah selanjutnya merencanakan operasi di lapangan. Semua yang dilakukan ini tentu diotaki atau diarsitek oleh orang yang super gelap(bukan superman). Operasi di lapangan dipilih waktu yang tepat yaitu pada malam hari, begitu jelihnya kerja para detektif tengik ini. Karena begitu rapih dan jelih membuat para reserses Polres Flores Timur sulit menemukan jejak mereka, maklum anak gelap alias siluman.

Dari konflik batin tersebut di atas, mereka tetap melakukan apa yang telah direncanakan. Hasil dari tindakan mereka itu adalah kematian Yoakim Ata Maran. Semua anggota masyarakat bersama perangkat desa Lewoingu seharusnya berusaha dan bekerja keras untuk menemukan siapa pelaku pembunuhan itu. Seandainya langkah ini ditempuh, pasti tidak menimbulkan konflik di lewotana. Seharusnya bersama dengan keluarga korban membantu petugas kepolisian untuk mencari dan menemukan barang-barang bukti sampai pada pelaku pembunuhan. Kalau ditarik lebih jauh ke belakang, sesuai dengan penjelasan P.Paulus dalam tulisan di buku tamu eputobi.net bahwa konflik itu terjadi jauh sebelum peristiwa Blou yang berhubungan dengan pemilihan pimpinan desa. Bertitik tolak dari pengalaman P.Paulus yang dituangkan dalam tulisan di buku tamu eputobi.net, apa yang saya kemukan di atas tidak jauh dari kebenaran bahwa peristiwa Blou itu memang sudah direncanakan dengan matang tinggal menunggu waktu yang tepat. Dari fenomena ini semestinya seorang reserse memulai melakukan tugasnya secara profesional terlepas dari pengaruh pihak manapun.

Fenomena yang tampak di lewotana bukannya membantu mencari pelaku pembunuhan terhadap Yoakim Ata Maran, malahan sebaliknya mengadakan intimidasi dan provokasi sehingga masyarakat Lewoingu terpecah menjadi kelompok yang pro terhadap usaha membantu kepolisian mencari pelaku pembunuhan dan kelompok yang pro terhadap kades Lewoingu berusaha dengan kemauan sang guru bahwa kades bukan pelakunya. Di sini berlaku proses pembelajaran mangguk-mangguk seperti dikemukakan oleh Opu Don Kumanireng. Warga masyarakat yang tidak mau manggung akan dikenai sanksi. Proses ini seperti pada jaman dulu waktu saya duduk di bangku SD, SMP, kalau guru memberi pelajaran, semua siswa harus mangguk-mangguk apa itu ia mengerti atau tidak, jangan menentang, kalau menentang alias tidak mangguk pasti mendapat "tenepa" (dalam bahasa Indonesia kena tempelang). Kondisi ini juga berlaku dalam masyarakat Lewoingu yang pro kadesnya. Yang menentang pasti mendapat ganjaran berupa dicekik atau ditempeleng, dan sudah ada buktinya yaitu salah bicara bagaimana akhirnya Sdr.Ma Kumanireng melepaskan jurus pamungkasnya yaitu mencekik/menempeleng sesama warga Lewoingu. Buah dari tindakan ini akhirnya Sdr.Ma Kumanireng harus berusun dengan pihak kepolisian Flores Timur. Konflik lewotana sampai saat ini belum diselesaikan, dan seandainya pelaku pembunuhan memang benar-benar orang Lewoingu sendiri mengaku perbuatannya pasti perdamaian dapat terwujud. Mari tunjukkan sikap jantan, jangan menunjukkan kejantanan di tempat gelap-gelap, tapi di tempat terang disaksikan oleh masyarakat umum.

Walaupun lewotana dalam kondisi konflik demikian, bukannya kita lari dari situasi demikian. Kita sesama generasi Lewoingu baik di kampung maupun di tempat jauh menerima keadaan ini dengan lapang dada, itulah suatu kelemahan yang terjadid di lewotana seperti dikemukakan oleh P.Paulus. Hidup ini ada jatuh bangunnya, kadang-kadang kita berada dalam situasi konflik dan kadang-kadang kita berada dalam situasi kegembiraan. Situasi kegembiraan akan muncul di lewotana dalam waktu dekat ini. Pada tanggal 2 Juni 2009 semua masyarakat Lewoingu, tidak semua, pasti tertawa ria, menari berjingkrak-jingkrak karena memperoleh kegembiraan dengan hadirnya P.Kondrad,SVD putra terbaik Lewoingu merayakan 25 tahun hidup sebagai Imam. Kecuali saya adiknya tidak sempat hadir dalam situasi yang gembira itu, saya sedih, menangis meratapi situasi lewotana, sedih karena tidak hadir berssama keluarga lain menampingi saudaraku menikmati kegembiraan atas rahmat Tuhan. Tidak apalah, begitulah hidup, saya ikut gembira dengan doa dari jauh.

Kembali ke situasi gembira, masyarakat Lewoingu seharusnya merasa bersyukur dan berterima kasih, walaupun di tengah kesibukan beliah, ia masih memikirkan kemajuan lewotana. Ia dengan senang memberikan pelayanan, berkarya terbaik untuk sesama lewotana, muncul pertanyaan"apa yang harus kita balas semuanya itu?? Apakah konflik lewotana sebagai ucapan terima kasih kepada beliau?? Ia tidak mengharap dan membutuhkan apa-apa dari masyarakat lewotana, namun hanya satu ia merasa puas adalah hasil karyanya dapat dinikmati oleh generasi penerus Lewoingu. Ia tetap hidup dalam kesederhanaan sejak kecil sampai sekarang, itu yang saya tahu karena saya adiknya lebih banyak mengetahui P.Kondrad.SVD.

Suatu konflik pasti diakhiri dengan cara-cara baik yang akan memberikan ketentraman lewotana. Jika konflik di lewotana akan berakhir apabila semua pihak menyadari betapa pentiangnya kebersamaan. Kebersamaan telah dibangun oleh nenek moyang kita, seharusnya kita generasi kemudian terus melestarikan. Kesadaran pertama muncul dari oknum-oknum yang terlibat dalam peristiwa Blou, memberikan kesaksian baik secara adat maupun secara agama, dan hukum pasti jalan terus. Pada hari yang bahagian itu, seandainya pelaku pembunuhan Yoakim Ata Maran mendapat bisikan suara malaikat untuk mengatakan sebenarnya, saya orang yang pertama mengacung jempol dan terus memberikan dorongan moril kepada para pelaku untuk tetap tabah dalam menghadapi semua tuntutan hukum. Bagaimana kita selesaikan konflik lewotana secara adat dan gereja, setuju?? Trims. SALAM GRESIKTULI.


Rabu, 20 Mei 2009

MENYIKAPI TULISAN P..PAULUS

Membaca pengalaman tentang keadaan di lewotana dari P.Paulus Lubur, kami sebagai kaka aring baik di pihak Ata Maran maupun di pihak Kades Lewoingu menyikapinya dengan beberapa pandangan seperti berikut ini.


Pertama, menurut P.Paulus sebelum terjadi peristiwa BLOU sudah ada gesekan yang berkaitan dengan pemilihan pimpinan lewotana. Perbedaan pandangan atau gesekan yang terjadi pada waktu itu sudah disikapi oleh adik-adik yang duduk dalam perangkat desa Lewoingu dengan langkah mengundurkan diri dari jabata mereka. Pengunduran diri mereka itu juga bukan tidak ada sebab, pasti ada namun sikap yang telah ditunjukkan oleh adik-adik di lewotana seperti tersebut di atas menunjukkan bahwa mereka masih menjaga keutuhan dan persatuan lewotana. Sikap demikian dalam pandangan kami sebagai kaka aring sangat logis, dan bagaimana dengan pandangan P.Paulus sebagai seorang putra kelahiran Lewoingu dan berstatus "imam".? Bukannya peristiwa "BLOU" itu yang menjadi faktor utama perpecahan di lewotana,. namun mungkin para intelektual awam asal Lewoingulah yang menciptakan kondisi demikian. Setelah menciptakan kondisi masyarakat lewotana semrawut kemudian berpura-pura bertindak atau bersikap sok membela dan ingin membantu menciptakan perdamaian lewotana. Para intelektual awam Lewoingu perlu merefleksi kembali dan jangan membiarkan keadaan lewotana tidak tentram dan ada blok-blokan.

Kedua,perbedaan pandangan diantara mereka di lewotana merupakan hal yang wajar dan itu adalah konsekuensi logis dari masyarakat yang demokrasi. Masyarakat demokrasi bukan baru kita ketahui sekarang ini, tetapi sudah jauh sebelum itu nenek moyang kita sudah menciptakan sikap demokrasi dalam memilih seorang pemimpin lewotana. Seorang pemimpin lewotana yang dipilih memenuhi persyaratan antara lain mampu melindungi anggota masyarakat yang dipimpinnya, bersikap jujur, menjadi panutan masyarakat. Kembali kepada situasi di lewotana saat ini apakah mereka (adik-adik) yang mengundurkan diri dari perangkat desa Lewoingu yang menciptakan ketidak tentraman ataukah kepala desanya sendiri yang menciptakan konflik di antaraa mereka dengan berdalil tidak mematuhi keputusan atau kebijakan-kebijakan atasan/kepala desa. Sikap kades demikian mendapat dukungan dari para premang-premang intelektual lewotana. Dengaan dukungan demikian mereka mulai mempengaruhi sebagian masyarakat lewoingu untuk mengikutinya dengan konsep memberikan bantuan berupa bantuan beras miskin (raaskin). Masyarakat kita yang nota bene manggug-manggug saja karena gurunya telah mengajarkan demikian jangan menentang kalau menentang mendapat "tenepa" alias tempeleng sehingga mereka tidak tau bahwa raskin itu adalah program pemerintah, bukannya raskin itu program dari kades Lewoingu. Konsep pengelabuhan demikian akhirnya menciptakan sekelompok masyarakat yang terus pro kepada kades karena kades telah berjasa bagi lewotana lewas program raskin.

Ketiga,permintaan Ipa Zefrinus Lewoema merupakan sentuhan hatinurani kita sebagai putra-putra Lewoingu agar kita terus berjuang mencari kebenaran dan keadilan. Sentuhan hatinurani ini dengan maksud agar peristiwa "BLOU" jangan sampai dipetieskan, lenyap begitu saja. Tetapi dengan terus mengadakan diskusi di antara kita para penegak hukum akan sadar bahwa mereka masih mempunyai PR yang segera diselesaikan. Sudah ada indikasi bahwa Kades Lewoingu terlibat dalam peristiwa "BLOU" dan sempat menjadi tahan Polda Kupang. Semestinya dari pihak yang membela kades Lewoingu memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang status kades yang berkaitan peristiwa "BLOU" termasuk Pengacara. Pengacara adik Mikael memberikan penjelasan kepada publik tentang status kliennya, sehingga publik mengetahui dan tidak berprasangka yang bukan-bukan. Kalau tidak ada penjelasan dan hanya berdiam diri, masyarakat Lewoingu tetap "beranggapan" bahwa kades Lewoingu terlibat dalam peristiwa "BLOU". Dalam kondisi demikian P.Paulus semestinya ikut memberikan masukan kepada kades agar dapat mengatakan yang benar dan mengatakan tidak kalau tidak terlibat. Kalau suara imam pasti didengar apalagi adik kandung kades Lewoingu adalah imam. Kalau suara kami awam pasti dinilai memihak pada salah satu pihak. Apakah selama ini P.Paulus dan adik kandung kades Lewoingu juga memikirkan keluarga Ata Maran dan bersama mereka mencari kebenaran keadilan??? Pertanyaan ini harap dijawab dalam hati saja tidak usah omong-omong dengan orang lain.

Keempat, adanya blok-blok itu mungkin diciptakan oleh kades Lewoingu sendiri. Dia bersama dengan para pendukungnya mengadakan intimidasi, provokasi kepada sebagian masyarakat untuk mengikuti pengaruh mereka. Mereka berusaha mencari kambing hitam dengan berpura-pura membantu pihak kepolisian Flores Timur. Tindakan ini sangat lucu, namun tindakan lucu ini merupakan adegan sandiwara yang ditampilkan oleh kades Lewoingu bersama dengan komplotannya. Semestinya kades Lewoingu menciptakan situasi lewotana yang tentram dan menunjukkan sikap kepada masyarakat bahwa kades tidak terlibat dalam peristiwa"BLOU".


Kelima, apakah P.Paulus sudah duduk bersama dengan masyarakat Lewoingu membahas konflik tersebut. Atau jangan-jangan tulisan P.Paulus ini sebagai topeng saja, sebenarnya memihak pada Kades Lewoingu. Sikap P.Paulus ini perlu dipertanyakan. Kalau sampai bersikap demikian, saya secara pribadi sangat menyesal bahwa di balik juba putih pribadi manusianya masih dominan.

Keenam, Adik Mikael menjadi kades Lewoingu karena mendapat dukungan suara dari Riang Duli yang masih menjadi satu dengan Eputobi. Sedangkan masyarakat Eputobi tidak mendukung adik Mikael utk menduduki kursi kades periode yang kedua. Setelah Riang Duli secara administraatif berdiri sendiri sebagai desa lepas dari Eputobi, mestinya kades berpikir ulang untuk menciptakan komunikasi baik dengan pihak-pihak yang sebelumnya tidak mendukungnya. Kalau seorang pimpinan tidak mendapat legitimasi dari rakyatnya, ia hanya sebuah boneka. Dengan adanya peristiwa "BLOU" kades tidak mendapat legitimasi lagi dari masyarakat Lewoingu hanya sebagian kecil, ditambah lagi dengan pernah berstatus sebagai tahanan Polda Kupang. Semestinya Bupati Flores Timur tidak mengaktifkan kembali Sdr.Mikael sebagai kades Lewoingu karena masih bermasalah dengan peristiwa "BLOU". Dengan pengaktifan kembali kades menciptakan situasi yang lebih rumit lagi di Lewoingu, peristiwa tidak secara langsung ikut andil menciptakan konflik di tengah masyarakat Lewoingu.

Dari enam point yang dikemukakan di atas, semoga para imam yang berasal dari Lewoingu secara bersama duduk dengan masyarakat Lewoingu menciptakan perdamaian dalam rangka menyambut hari bersejarah, yaitu Pesta Perak seorang imam kelahiran Lewoingu. Dengan perdamaian tersebut kita mengucapkan rasa syukur kita kepada Tuhan bahwa lewotana tana kita yang memiliki kekurangan tetapi Tuhan masih berkenan memilih salah seorang putra terbaik menjadi imam. Dari Kediri, kami mengucapkan Selamat dan Bahagia bagi saudaraku P.Kondrad SVD dalam merayakan 25 tahun hidup sebagai seorang imam.

Selasa, 19 Mei 2009

EPUTOBI

Kata Eputobi tidak asing lagi bagi masyarakat Lewoingu. Eputobi merupakan nama desa yang terletak di wilayah kecamatan Titehena, kabupaten Flores Timur. Nama desa Eputobi kemudian berubah menjadi desa Lewoingu. Kata Eputobi mengandung dua kata lagi yaitu "epu" artinya tempat orang berkumpul setelah iris tuak, dan "tobi" pohon asam. Di bawah pohon asam ini mereka berkumpul, sehingga kemudian diberi nama "Eputobi". Memang pada waktu itu di tengah desa Eputobi tumbuh dua pohon asam, salah satu pohon tersebut tumbang sekitar tahun 1998, tinggal satu pohon apakah masih hidup atau sudah tumbang. Seandainya dulu nenek moyang orang Lewoingu berkumpul di bawah pohon beringin (dalam bahasa daera "bao") mereka akan memberi nama desa epubao. Terlepas dari pemaknaan kata tersebut, lewat tulisan ini ingin saya menyoroti kata "eputobi" dari aspek sosial budaya, politik dan ekonomi.
ASPEK SOSIAL BUDAYA. Secara sosial berkumpulnya nenek moyang orang Lewoingu tersebut telah membentuk suatu tatananan masyarakat yang hidup menetap. Di "epu" ini mereka saling berinteraski antara anggota kelompok setelah iris tuak. Dengan kebersamaan ini tumbuh nilai gotong royong, rasa solidaaritas kelompok yang begitu kuat, karena mereka berasal dari satu latar belakang kehidupan yang sama. Lewat kebersamaan itu mereka mulai menciptakan alat-alat untuk menunjang aktivitas mereka seperti alat-alat untuk iris tuak, cara memasang/menyuling tuak menjadi arak, dan alat-alat untuk berburu. Untuk membantu menjaga "epu" mereka memelihara anjing, dan anjing juga membantu mereka pada waktu berburu. Nenek moyang orang Lewoingu telah mengenal musim mulai membuka ladang, musim tanam dan musim panen. Semua itu ditentukan berdasarkan pada letak bintang.
ASPEK POLITIK. Setelah mereka menetap di "epu" dalam jumlah yang besar, mereka mulai memikirkan mencari seorang sebagai pemimpin mereka. Pemimpin yang dicari tentunya berasal dari Ata Kebelen Raya", karena di samping sebagai pemimpin, ia juga bertindak sebagai pemimpin upacara adat. Dari cara demikian kemudian mulai muncul kesadaraan masyarakat pemula secara demokrasi memiliki pemimpin mereka yang berasal dari Ata Kebelen Raya atau tokoh Adat. Sistem demokrasi tumbuh karena didasari oleh nilai gotong royong. Pemimpin yang dipilih memenuhi persyaratan antara lain mampu melindungi anggota masyarakat, menjadi panutan anggota masyarakat, berbudi luhur yang hampir mendekati persyaratan seorang pemimpin saat ini. Mereka secara bersama-sama mengadakan rapat untuk memutuskan wilayah mana akan dijadikan ladang.
ASPEK EKONOMI. Nenek moyang orang Lewoingu bermata pencaharian berlandang, iris tuak dan berburu. Mereka juga memelihara ternak. Di "epu" ini mereka memasak tua/menyuling arak secara bersama-sama. Di "epu" ini mereka juga memelihara ternak, seperti memelihara kambing, babi, dan anjing sebagai pengawal setia. Hasil ladang seperti jagung, padi, sorgum, jewawut dan kacang-kacangan. Mereka juga sudah mulai berjual di pasar tradisional dengan cara sistem barter, yaitu jagung ditukar dengan garam, ikan dengan padi dan seterusnya.
Namun demikian makna yang terkandung dalam kata "Eputobi" mulai redup sejalan dengan perkembangan pola hidup masyarakat Lewoingu. Hal ini dapat dimaklumi karena mereka mulai merubah pola hidup berladang menetap dengan menanam tanaman jangka panjang seperti kemiri, jambu mente, kakao. Dari aspek sosial, nilai kebersamaan mulai luntur karena ulah dari generasi Lewoingu sekarang ini. Mereka sudah melupkan nilai kebersamaan, kehancurannya diakibatkan oleh rasa ingin berkuasa, menunjukkan keunggulan suku-sukunya, lupa akan kebersamaan. Kepemimpinan bukan lagi melindungi anggota masyarakat, tetapi menjadi faktor terjadinya kelompok-kelompok, blok-blokan di lewotana. Timbul pertanyaan dimana rasa mewarisi nilai-nilai yang telah ditata oleh nenek moyang Lewoingu tempo dulu? Walaupun situasinya demikian, kita tidak boleh putus asa, terus berusaha untuk menciptakan lewotana yang tentram, damai, menunjunjung nilai-nilai yang telah dibangun oleh nenek moyang kita tempo dulu. SEMOGA, dan SALAM GRESITULI buat saudara-saudaraku seketurunan Gresituli di mana pun anda berada.

Jumat, 08 Mei 2009

SMA TITEHENA YANG UNGGUL

Menjadi sekolah yang unggul tidak saja seperti membalik telapak tangan. Membutuhkan suatu perjuangan baik dari Yayasan pengelola sekolah itu, guru, orang tua murid, siswa dan masyarakat sekitarnya. SMA Titehena sebagai salah satu sekolah swasta di Kecamatan Titehena ke depan terus bersaing dengan sekolah swasta maupun sekolah negeri yang berada di kabupaten Flores Timur. Dalam bersaing dengan sekolah yang lain ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dikembangkan. Hal-hal yang dimaksud antara lain:

Pertama, Yayasan pengelola sekolah membuat rencana kerja untuk jangka pendek, dan jangka panjang sehingga sekolah ini tetap eksist. Untuk ini yayasan perlu memperhatikan sumber dana, menyediakan sarana dan prasarana, bekerja sama dengan pihak orang tua murid, masyarakat dan pemerintah setempat. Di samping itu kerja sama dengan pihak lain yang mempunyai kepedulian terhadap pendidikan. Rencana kerja, pengembangan sekolah yang dibuat yayasan tetap mengacu pada peraturan Mendikbud, Diknas Kabupaten Flores Timur, dan ada kerja sama antar sesama yayasan pengelola pendidikan swasta di wilayah kabupaten Flores Timur. Dalam merekrut guru perlu diperhatikan kelayakan paling tidak memiliki Pendidikan Tinggi (S1) sesuai dengan mata pelajaran yang akan diampuhnya. Sebagai salah satu contoh pada waktu kami bertugas di Timor Leste. Kami mendirikan SMA Katolik St.Maria yang berlokasi di Kabupaten Ainaro. Waktu itu kami merekrut guru-guru yang berijasah S1 sesuai dengan mata pelajaran yang diampuh. Dengan cara demikian dalam tiga tahun SMA Katolik St.Maria Ainaro sudah bersaing dengan sekolah swasta di Propinsi Timor Timur, bersaing dengan sekolah negeri. Di samping itu lebih jauh lagi dengan prestasi tersebut, guru-guru SMA Katolik St.Maria banyak atau hampir semuanya sudah diangkat sebagai guru-guru negeri.

Kedua, pihak orang tua murid juga ikut memikirkan dan mengembangkan SMA Titehena, dengan membentuk Komite Sekolah. Komite sekolah bekerja sama dengan pihak sekolah dalam hal mencari dana, mengadakan monitoring terhadap perkembangan sekolah, ikut melaksanakan program -program yang telah disusun bersama sekolah dan pihak komite sekolah. Komite sekolah juga ikut memikirkan kebutuhan apa yang perlu dan harus disediakan dalam rangka pengembangan sekolah ke depan. Tanpa adanya bantuan Komite Sekolah, sekolah akan mengalami sedikit hambatan dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan sebagai harapan dari semua pihak. Pihak orang tua juga terus mengadakan konsultasi tentang perkembangan pendidikan putra-putrinya, agar mereka (orang tua murid) juga ikut bertanggungjawab dalam pendidikan putra-putri mereka.

Ketiga, Guru-guru yang mengajar di SMA Titehena paling tidak memilik kelayakan yaitu berpendidikan S1 yang relevan. Jangan hanya sekedar memasang guru untuk mengajar (maaf) karena ini berhubung dengan akreditasi sekolah swasta menjadi sekolah unggulan atau sekolah swasta yang berjalan di tempat. Dengan pendidikan yang relevan, guru tersebut akan memberikan materi pelajar tidak sekedar memberi tetapi telah menguasai kurikulum dan materi yang diberikan paling tidak akan mengantar peserta didik menguasai ilmu pengetahuan baik secara teori maupun praktik menuju masa depan mereka. Kepala sekolah terus mengadakan supervisi terhadap guru dalam mempersiapkan perangkat mengajar, menyajikan materi pembelajaran dan mengadakan ulangan secara berkesinambungan. Hasil ulangan dilaporan kepada orang tua murid sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban guru. Di samping itu guru harus memiliki disiplin yang tinggi, agar siswa dapat berdisiplin. Dengan disiplin yang tinggi, prestasi sekolah dapat dicapai.

Keempat, pihak peserta didik. Kebanyakan peserta didik berasal dari latar belakang keluarga petani. Potensi yang dimiliki peserta didik juga berbeda, dengan perbedaan potensi ini dalam proses pembelajaran perlu memperhatikan perkembangan secara individu. Memang kegiatan belajar mengajar masih menggunakan sistem klasikal, sehingga perkembangan peserta didik secara individu kurang terpantau dan diperhatikan. Tidak semua peserta didik dari SMA Titehena setelah lulus akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, untuk ini perlu dikembangkan ketrampilan-ketrampilan yang kelak dapat dikembangkan oleh mereka sebagi suatu pekerjaan yang menopang hidup mereka.

Ini hanya suatu masukan saja berdasarkan pengalaman kami waktu mendirikan dan mengembangkan SMA Katolik ST.Maria di Timor Leste, maaf kami tidak menggurui, semua atau apa yang kami kemukakan di atas sudah diketahui semua dan sudah dalam konsep pengelola sekolah, guru dan kepala sekolah. Jika berkenan kami mohon tanggapan agar kita dapat berdiskusi lebih lanjut, dan kami juga bersedia memberikan sesuatu yang mungkin bermanfaat dan mungkin tidak, tapi hanya satu tekad demi kemajuan SMA Titehena, kami tidak memiliki apa-apa hanya talenta yang diberikan Tuhan dan tanlenta ini kami coba mengembangkan. SEMOGA11

Kamis, 07 Mei 2009

AIR MENGALIR SAMPAI KE DESA LEWOINGU

Kebutuhan air bersih bagi masyarakat di Kecamatan Titehena pada umumnya dan desa Lewoingu khususnya merupakan "pekerjaan rumah" bagi anggota lelgislatif yang baru terpilih pada pemilihan umum yang baru lalu. Kekurangan air bersih bagi desa Lewoingu sejak aku masih kecil sampai saat ini menjadi suatu permasalahan yang dianggap biasa karena masyarakatnya memang sudah terbiasa hidup dalam kondisi demikian. Namun bagi pemerintah kabupaten Flores Timur, Kecamatan Titehena dan anggota legislatif yang baru terpilih bukan suatu masalah biasa tapi masalah yang serius yang secepatnya ditangani. Sudah berapa presiden, berapa bupati namun masyarakat yang berada di wilayah kecamatan Titehena, khususnya masyarakat desa Lewoingu masih mengalami kesulitan air bersih.

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, masyarakat Lewoingu harus berjalan sejauh 7 km ke Lewolaga mengambil air. Setiap pagi dan sore hari baik anak yang masih duduk di bangku SD sampai orang dewasa ramai-ramai mengambil air di Lewolaga. Semua ini dilakukan tanpa ada perasaanamengeluh, apalagi berdemonstrasi di kantor Bupati Flores Timur, kantor DPR atau kantor Camat Titehena. Di samping itu masyarakat Lewoingu juga mengambil air di Bama. Kondisi demikian apabila terjadi di Jawa atau tempat lain yang pemerintah, DPR peduli terhadap kebutuhan rakyat kecil, mereka akan memprioritas pembangunan, penyediaan sarana air bersih. Akan tetapi kondisi demikian dialami oleh masyarakat Lewoingu yang mungkin tidak diketahui oleh masyarakat luas, atau pemerintah setempatnya juga tidak memperhatikan kebutuhannya. Suatu hal yang kelihatan lucu, tapi memang kenyataannya begitu.

Usaha mengatasi kesulitan air bersih:
Pertama, dilakukan pengeboran sumur yang dipimpin langssung oleh Pater Kremes,SVD berlokasi di Waiua, namun belum berhasil karena sumber airnya sangat dalam. Mungkin perlu pengeboran sumur dalam.Pertanyaan siapa yang membiayai pengeboran sumur dalam? Dana pengeboran tersebut ditanggung oleh masyarakat Lewoingu sendiri(swadaya).

Kedua, usaha pemasangan pipa yang dipimpin oleh Pater Van Den Berg,SVD. Mata air berlokasi dekat dengan gunung Leworook yang masih aktif, sehingga pemasangan pipa harus melingkar Ile Beleng baru sampai ke desa-desa seperti Tenawahang, Tuakepa, Leworook, Lewoingu,Riang Duli.Dana ditanggung oleh masyarakat dari desa-desa tersebut di ataas. Dengan pemasangan pipa air, kebutuhan air bagi masyarakat di desa-desa tersebut di atas dapat diatasi. Namun ada sesuatu kendala, pipa patah, penebang;an hutan untuk membuka ladang di sekitar sumber air oleh masyarakat dari desa Leworook sehingga debit air berkurang. Lagi-lagi pemerintah tidak mengambil langkah-langkah perbaikan tetapi seakan-akan membiarkan saja, sehingga tidak mengherankan terjadi konflik antara masyarakat desa Lewoingu dan masyarakat desa Leworok.

Dengan adanya kendala tersebut di atas, masyarakat desa Lewoingu membangun bak penampung air, baik air hujan pada waktu musim hujan, maupun air yang dibeli dan ditampung di bak penampung. Untuk kebutuhan mencuci, dan air minum mereka harus mengambil di Bama dengan menggunakan kendaraan truk. Begitulan pengalaman hidup masyarakat di desaku, dan sebagain pengalaman hidupku semasih aku berada di desa kesayanganku.

Usaha yang dilakukan ke depan:
Pertama, pemerintah kabupaten Flores Timur, Kecamatan Titehena dan anggota legislatif yang baru terpilih memberikan prioritas utama dalam program kerja lima tahun ke depan untuk menyediakan air bersih bagi masyarakat yang mengalami kekurangan air bersih seperti desa Lewoingu dan sekitarnya.

Kedua, LSM yang peduli terhadap rakyat kecil, memotivasi masyarakat secara swadaya dan gotong royong membangun jaringan pipa air bersih untuk desa-desa yang masih mengalami kesulitan air.

Ketiga, perlu adanya pemerintahan yang bersih agar nasib rakyat kecil diperhatikan.

Selasa, 05 Mei 2009

MEMPERDAYA KAUM PEREMPUAN DI LEWOINGU

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat Lewoingu, perlu ada usaha untuk mengembangkan potensi daerah maupun potensi yang dimiliki masyarakat itu sendiri (pengembangan SDM). Mengingat bahwa kebanyakan dari anak laki Lewoingu bekerja sebagai TKI ke Sabah, sehingga sebagian besar penduduknya adalah kaum wanita. Kabiasaan kaum perempuan Lewoingu adalah menanam padi,jagung di ladang, merawat rumah tangga, dan pekerjaan ringan lainnya. Mereka bekerja bukan untuk menafkai kehidupan keluarga, yang menghidupi keluarga adalah kaum laki-laki. Dengan adanya perubahan pola hidup, dan banyak kaum laki-laki yang bekerja di Sabah, maka tugas dan tanggungjawab keluarga diambil alih oleh kaum perempuan.

Kaum perempuan Lewoingu memiliki sikap bekerja keras, dan terus berusaha di tengah kondisi perekonomian yang letih. Semangat ini perlu dipupuk, dan dicarikan potensi daerah yang dapat dikembangkan oleh kaum perempuan. Kebanyakan kaum perempuan Lewoingu dapat menentun kain. Mereka dapat memintal benang, kemudian menenun menjadi kain. Ketrampilan ini perlu dikembangkan dan dipikirkan oleh kaum intelek Lewoingu baik yang tinggal di daratan Flores maupun yang berada di tempat jauh. Yang mungkin diharapkan adalah sumbangan pemikiran, dan bagi yang mampu mungkin memberikan sumbangan materiil. Ketrampilan tersebut dikemblangkan sehingga dapat menjadi suatu sumber penghasilan. Usaha ini dikembangkan agar dapat meningkatkan produksi kain tenun daerah yang memiliki kualitas baik.

Di samping usaha tersebut di atas, masih ada potensi yang dapat dikembangkan seperti memproduksi garam. Biasanya kaum perempuan Lewoingu pada musim kemarau memproduksi garam, dan kualitas garam juga sangat baik. Dengan memproduksi garam sendiri, masyarakat tidak lagi mendatangkan garam dari luar daerah, tetapi membeli garam produksi daerahnya sendiri. Apabila produksi garam berkualitas tinggi dapat memungkinkan dipasarkan ke luar daerah Flores Timur. Potensi daerah ini perlu dikembangkan ke masa mendatang, agar dapat menjadi produk unggulan daerah.

Potensi daerah yang perlu dikembangkan lagi bagi kaum perempuan di Lewoingu adalah beternak ayam kampung. Dilihat dari lokasinya sangat memungkinkan untuk kaum perempuan membuka usaha beternak ayam kampung. Usaha ini kelihat sepele, karena setiap rumah tangga pasti memelihara ayam kampung. Pemeliharaan selama ini hanya sebatas untuk kebutuhan rumah tangga atau ada acara adat. Daya tahan ayam kampung terhadap penyakit sangat baik, biaya makanannya juga tidak terlalu mahal, dan cara pemeliharaanya pun sangat sederhana. Hanya dibutuhkan keuletan dan kerja keras sehingga produksi telur maupun daging ayam dapat dijualkan di pasar-pasar lokal, atau untuk kebutuhan rumah-rumah makan, baik di Larantuka maupun di Maumere. Untuk itu kaum perempuan dibekali dengan cara beternak ayam, cara mengelola keuangan, cara memasarkan hasil usahanya.

Masih banyak lagi potensi daerah yang perlu dikembangkan, dengan dasar pemikiran dan ulasan di atas sangat diharapkan pemerintah setempat bersama LSM dapat berpartisipasi. Namun yang terpenting adalah partisipasi dari kaum perempuan. Merekalah yang merencanakan usaha apa yang dikembangkan, sedangkan pihak pemerintah setempat maupun LSM hanya sebagai fasilitator. Mungkin ada yayasan yang bergerak daalam memperdayakan kaum perempuan diharap ikut berpartisipasi dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan.

Masyarakat Lewoingu, khususnya kaum perempuan perlu menyadari betul bahwa dalam membangun ekonomi kerakyatan yang diperhatikan adalah kebutuhan masyarakat itu sendiri.Kalau kebutuhan masyarakat sudah tercukupi akan berdampak pada taraf kehidupan yang lebih sejahtera. Dengan tingkat pendapatan yang baik, akan dapat mengurangi angka kemiskinan, dan masyarakat Lewoingu dapat menyekolahkan putra-putrinya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, bukan hanya lulusan SMP atau SMA. SEMOGA !!!

Senin, 04 Mei 2009

REKONSILIASI BERSYARAT

Peristiwa "Blou" sudah sekian lama namun belum ada suatu penyelesaian hukum. Peristiwa ini telah meninggalkan bermacam-macam persoalan yang memang dibuat oleh pihak-pihak yang ingin menunjukkan kebesaran diri dan sukunya. Setelah bermunculan berbagaia dampak negatif muncul konsep REKONSILIASI. Konsep ini tentunya menimbulkan tanggapan dari pihak yang sedang ditimpak musibah, apalagi istri dan anak-anak dari orang yang dibunuh. Penderitaaan yang mereka alami jauh lebih parah dibandingkan dengan kita yang mengusulkan perdamaian.

Perdamaian bukan tidak diinginkan, perdamaian sangat diharapkan oleh semua masyarakat Lewoingu. Namun demikian sebelum mencapai Perdamaian, terlebih dahulu permasalahan yang sedang dihadapi keluarga Ata Maran diselesaikan dengan secara adil. Pihak keluarga Ata Maran berusaha, dan kami sebagai saudaranya juga tidak tinggal diam dan menonton, tetapi berusaha agar pelaku kejahatan berencana serta otak perencana diadili. Cara yang ditempuh juga bermacam-macam, antara lain lewat media elektronik yang dapat diakses oleh semua orang, sehingga mereka juga mengetahui bahwa di Lewoingu ada tindakan pembunuhan. Tindakan menyuarakan terus menerus baik oleh pihak keluarga Ata Maran, maupun keluarga besar Gresituli dengan maksud permasalahan ini jangan tiba-tiba dipetieskan. Lenyap begitu saja. Zaman sekarang, orang lebih senang mengatakan yang benar itu salah, dan yang salah itu benar. Menyangkut kasus yang satu ini tidak menutup kemungkinan berbagai pihak bermain di dalam air keruh untuk memperoleh keuntungan, kepuasan.

Di sisi lain, kami juga tidak berdiam diri dan terus menonton saudara Mikael Torangamang Kelen selaku Kades Lewoingu yang terindikasi sebagai pelaku pembunuhan. Kami berusaha agar saudara Mikael Torangamang Kelen juga akan memperoleh suatu perlakuan yang adil. Keadilan itu dapat diperoleh apabila saudara Mikael Torangamang Kelen mau mendengar suara dari saudara-saudaramu, bukan tidak boleh mendengar suara pihak lain. Bagaimanapun saudara masih dan terus memiliki label "KELEN". Dengan label tersebut kemungkin tidak menyusahkan saudara. Kalau benar -benar adik Mikael tidak melakukan pembunuhan, kita bersama-sama berjuang memulihkan nama baik saudara, tetapi kalau terbukti salah ya, kami juga tidak membuang saudaranya begitu saja. Yang pasti di sini kami mengharapkan suatu sikap keberanian saudara Mikael Torangamang Kelen untuk mengatakan'TIDAK' apabila tidak melakukan dan 'SECARA JANTAN" mengatakan ya apabila benar-benar melakukan. Sikap dan ungkapan ini terus saya sampaikan kepada adik Mikael Toraangamang Kelen lewat media maya ini. Sampai-sampai kaka Kornelius Kebelen Kelen dinilai berdiri di belakang Ata Marang. Padahal posisi saya membela yang benar kalau itu benar dan menyalahkan kalau itu salah. Bukan demikian? Dukungan kami terhadap adik Mikael dari jauh adalah dalam bentuk ini, apabila dirasa baik silakan terima dan kurang berkenan jangan marah. Polisi mungkin salah tangkap, dan mungkin benar, namun perlu ada sikap tegas dari adik Mikael sendiri. Sampai saat ini kaka belum membaca tulisan yang memberikan saran dan membela adik Mikael, sikap berdiam diri dari keluarga adik Mikael ini memunculkan kelsan bahwa adik benar-benar terlibat dalam peristiwa "Blou".

Sedangkan di pihak Ata Maran kaka Kornelius Kebelen Kelen juga memberikan dukungan agar dapat menemukan si pelaku sebenarnya, dan memperoleh suatu keadilan. Kalau pandangan Ata Maran selama ini memang demikian dan terbukti benar, apakah salah saya mendukung sesuatu yang adil, dan satu himbauan saya adalah mereka mau memaafkan yang bersalah, karena saudaraku Ata Maran adalah "Sang Ulu Wai". Kalau pandangan mereka itu tidak benar, kita rame-rame mempersalahkan mereka dan mereka juga harus memohon maaf secara langsung dan tidak langsung lewat media tulis maupun elektronik.

Jadi,Rekonsiliasi dapat terlaksana apabila persyaratan yang telah saya kemukakan di atas dapat dilaksanakan. Di sini, kaka mengharap kepada adik Mikael Torangamang Kelen menunjukkan sikap terbuka (maaf) tidak menuduh, namun mendorong agar mengatakan apa yang sebenarnya.

Himbauan saya ini mungkin sangat dinanti oleh pihak saudaraku Ata Maran. Menutup tulisan ini saya mengucapkan 'SALAM GRESITULI'


SALAM GRESITULI

Gesitulis adalah salah seorang figur dalam membangun komunitas Lewoingu. Lewoingu melrupakan desa yang terdiri dari desa Eputobi dan Riang Duli. Kedua desa ini sering saya istilahkan "Dwitunggal".Mengapa? Karena keturunan Gresitulis yaitu Suku Lewolein, Dowengoneng, Ata Maran dan Kebelen Kelen mendiami di kedua desa ini. Namun demikian akhir ini desa Riang Duli secara administratif berdiri sendiri, lepas dari desa Eputobi. Kedua desa tersebut secara administraatif berdiri sendiri-sendiri dan pisah, namun secara adat keduanya tidak dapat lepas begitu saja. Masih memilki tali p;ersaudaraan.

Oleh karena masih memiliki tali persaudaraan, apabila terjadi sesuatu pada salah satu suku keturunan Gresituli, tidak mengherankan muncul suatu kebersamaan untuk membela dan berjuang demi persaudaraan tersebut. Apa yang dilakukan oleh mereka hanya didasarkan pada tali persaudaraan sebagai keturunan Gresituli. Wajar apabila mereka saling menegur satu sama lain, membela yang benar dan mempersalahkan yang salah kepada saudara-saudaranya. Bukan dilihat pada sukunya, tapi pada tali persaudaraan. Kondisi demikian perlu disadari betul oleh semua keturunan Gresitulis dan yang lain di luar keturunana Gresituli.

Tatanan masyarakat yang telah dibangun oleh Gresituli bersama putra-putranya diwariskan secara turun temurun serta mendapat dukungan dari berbagai suku yang mendiami wilayah/daerah Lewoingu. Semua suku yang berada di daerah Lewoingu diberikan tugas dan tanggungjawab sendiri-sendiri. Tugas dan tanggungjawab tersebut dilaksanakan pada waktu ada kegiatan adat, dan tugas tersebut tidak boleh diambil alih oleh suku lain. Hal demikian sudah diketahui oleh masyarakat Lewoingu. Namun demikian, generasi Lewoingu di masa sekarang ini kurang memahami adat istiadat lewotana, mereka tidak melakukan melalui suatu diskusi, menggali informalsi yang lebih mendalam serta mulai menafsirkan sendiri-sendiri. Penafsiran itu bukannya untuk kepentingan masyarakat Lewoingu, namun lebih untuk kepentingan suku sendiri. Mengapa?? Karena generasi sekarang ini lebih melihat pada kebesaran dirinya dan menonjolkan sukunya. Padahal kebesaran suku atau keberadaan suku dengan tanggungjawabnya itu diakui oleh semua suku/masyarakat Lewoingu. Contohnya, pada waktu ada pentabisan imam di Lewoingu, semua suku diundang dan diberikan peranan dan tanggungjawab terlibat dalam perayaan pentabisan imam. Tugas dan tanggungjawab sesuai dengan adat di Lewo Oking (Kampuang Lama).

Kebersamaan demikian tidak dengan sendirinya ada, tapi keberadaannya melalui suatu proses. Dari waktu ke waktu terbentuk dan terbangunnya suatu tatanan masyarakat Lewoingu yang tentram dan damai. Karena terbentuk dan terbangunnya melalui suatu proses, apabila terjadi suatu perubahan, maka terjadilah sualtu gesekan di antara putra-putra Lewoingu sendiri. Gesekan itu membawa dampak pada masyarakat luas. Kalau dulu ada ketidak tentraman dalam masyarakat, pimpinan/tokoh masyarakat mulai berkumpul untuk mencari jalan pemecahannya. Namun demikian, terjadi "gesekan" timbul luka, bukannya dicarikan obat penyembuhnya, malah luka itu dibiarkan saja sehingga dari hari ke hari luka itu mulai melebar dan membusuk. Sedangkan orang yang menggesek pergi begitu saja. Kalau kita belajar filsafat tumbuh pagi, padi terkupas menjadi besar bukannya kena tumbukan alu, tetapi karena gesekan antara biji padi yang terus menerus sehingga menghasilkan butir-butir besar yang bersih dan mengkilap. Dari pemikiraan ini sebenarnya gesekan yang terjadi di lewotana semestinya pada akhirnya akan menghasilkan sesuatu yang baik bagi lewotana.

Membaca situasi yang sedang terjadi di lewotana, sebenarnya mudah diselesaikan kalau masyarakat Lewoingu mau mendengar orang/pihak lain. Saya juga tidak memperssalahkan masyarakat tapi merupakan satu kebiasaan masyarakat saya, yaitu sudah tau semua (kame moi porang kae) semua itu sudah dalam konsep. Ya, konsep tetap konsep, tapi tidak direalisasikan apagunanya konsep yang baik itu. Dari sini sebenarnya situasi demikian dapat diselesaikan melalui adat. Saya lebih cenderung diselesaikan lewwat adat, sedangkan kasus "Blou" biarkan diselesaikan lewat jalur hukum, oleh pihak penegak hukum. Cara demikian tentu diawali oleh pimpinan desa yaitu Kepala Desa dengan lapang dada dan itikad baik mempertemukan pihak-pihak masyarakat yang tidak tahu apa-apa tapi terprovokasi dan terintimidasi masuk dalam pengkotakan. Siapkah Saudara Kades Lewoingu??. Di samping itu pihak Muspika Kecamatan Titehena juga turun tangan membantu menyelesaikan permasyaralahan yang terjadi di desa Lewoingu. Kelihatannya pihak Muspika(maaf) membiarkan situasi terus memanas. Apakah kondisi demikian tidak mengganggu ketertiban dan keamanan serta pembangunan di wilayah Kecamatan Titehena. WWahai Muspika silahkan lakukan yang terbaik buat desa Lewoingu.

Di samping pihak Muspika Kecamatan Titehena, saya menghimbau kepada seluruh keluarga besar keturunan Gresituli membantu mencari jalan penyelesaian. Situasi demikian akibat ulah kita sebagai keturunan Gresituli (maaf) dan kita yang berulah, kitalah yang menyelesaikan. Jangan sampai kita keluarga besar keturunan Gresituli dipermainkan yang ujung-ujungnya ingin melenyapkan/menghilangkan status kita sebagai "Kebelen Raya", dan "Ata Marang Mukeng". Konsep yang saya ajukan ini untuk didiskusikan apabila dianggap berguna dalam rangka penyelesaian permasalahan di lewotana, saya terus menunggu komentar lewat blog kebelen kelen. Dalam berkomentar dan berdiskusi rasa persaudaraan terus dijaga.